“Dan, selama hampir satu bulan PAF berada di hotel tersebut, korban mengalami eksploitasi seksual dan dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur,”

Banda Aceh (ANTARA) – Polresta Banda Aceh mengejar dua tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dari kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di wilayah hukumnya yang diduga kuat masih berada di negeri jiran, Malaysia.

“Dalam kasus ini kita sudah menetapkan dua DPO yaitu RD dan EN, keduanya kita duga masih berada di Malaysia,” kata Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Joko Heri Purwono dalam jumpa pers, di Banda Aceh, Rabu.

Selain dua DPO, Polresta Banda Aceh juga telah menangkap satu tersangka lainnya berinisial R pada Kamis (19/6) saat hendak kabur ke Malaysia, di area Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru.

Ketiga tersangka tersebut diduga telah menjual seorang gadis Aceh berusia 16 tahun ke Malaysia hingga dijadikan sebagai pekerja seks komersial (PSK) di sana. Mereka memiliki peran masing-masing.

Kapolresta mengatakan, terhadap dua pengejaran kedua DPO, penyidik telah berkoordinasi dengan Divhubinter Polri terkait dengan penerbitan red notice terhadap tersangka, sehingga memudahkan pengejarannya.

"Kita sudah berkoordinasi dengan interpol (di Malaysia), dan penyidik juga bekerjasama dan koordinasi dengan pihak Imigrasi serta Bea Cukai," ujarnya.

Kombes Pol Joko menjelaskan, kasus ini berawal pada September 2024, saat itu korban PAF berangkat dari rumah saudaranya di Kabupaten Aceh Timur menuju Banda Aceh dengan tujuan mencari kerja, dan tinggal di salah satu kamar kos di ibu kota provinsi Aceh tersebut.

Setelah itu, PAF berkenalan dengan seseorang berinisial M, dari situ kemudian berlanjut kenalan dengan tersangka RD dan EN. Hingga pada Oktober 2024, keduanya mengajak korban ke Malaysia dan bakal dicarikan pekerjaan, akhirnya korban menerima tawaran tersebut.

Karena korban belum memiliki KTP dan Paspor, EN mengurusnya hingga selesai. Di sela-sela itu, tersangka RD ternyata membawa PAF menemui tersangka R di wilayah Kabupaten Aceh Utara, dan tinggal bersama selama sepekan.

"Setelah semuanya selesai, pada 27 Oktober 2024, ketiga tersangka membawa PAF menuju pelabuhan kapal penumpang Dumai dan berlanjut ke Port Dickson Malaysia pada 29 Oktober 2024," ujarnya.

Setelah tiba di Malaysia, tersangka R membawa korban menemui seorang yang akrab disapa Kak Su (Warga Malaysia), dan dibawa untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah warga keturunan India. Tetapi, karena tak sanggup, akhirnya berhenti PAF kembali menemui Kak Su.

Selanjutnya, tersangka R dan Kak Su membawa korban ke salah satu hotel di kawasan Sri Hartamas Slangor, dan mereka berbicara dengan manager hotel untuk mempekerjakan PAF. Dari situ Kak Su mendapatkan uang sebesar 25 ribu ringgit atau sebesar Rp96,2 juta. Lalu, meninggalkan korban di sana.

"Dan, selama hampir satu bulan PAF berada di hotel tersebut, korban mengalami eksploitasi seksual dan dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur," kata Kapolresta.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Fadillah Aditya Pratama menyatakan, korban sebelumnya sempat dinyatakan hilang, tetapi akhirnya ditemukan di Malaysia usai mendapat pertolongan sejumlah masyarakat Aceh perantau di Malaysia.

Setelah itu, korban dijemput polisi bersama Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dan sudah dikembalikan kepada keluarganya di Aceh

Atas perbuatannya, RH dijerat dengan Pasal 2 Jo Pasal 4 Jo Pasal 6 Jo Pasal 7 Jo Pasal 10 Jo Pasal 17 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)

"Terancam pidana penjara maksimal 15 tahun, dan denda paling banyak Rp600 juta. Lalu, karena dilakukan terhadap anak di bawah umur, maka ancaman pidananya ditambah 1/3," demikian Kompol Fadillah.

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.