
Jakarta (ANTARA) – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2014—2019 Rini Soemarno mangkir sebanyak empat kali dari panggilan pemeriksaan saksi dalam sidang kasus Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015—2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Sigit Sambodo mengungkapkan ketidakhadiran Rini dalam persidangan disebabkan karena sedang ada acara keluarga di Jawa Tengah.
“Di surat-surat sebelumnya pun, saksi Rini beralasan tidak dapat hadir di persidangan karena sedang berada di luar negeri,” kata JPU dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Maka dari itu, JPU memohon agar Majelis Hakim mengizinkan pihaknya untuk membacakan keterangan Rini sebagai saksi dalam tahap penyidikan.
Kendati demikian, penasihat hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir mengaku keberatan atas permintaan JPU tersebut dengan alasan keterangan seorang saksi akan menjadi alat bukti yang sah apabila saksi tersebut hadir memberikan keterangan di dalam persidangan.
Apalagi, lanjut Ari, jika belajar dari pengalaman selama proses persidangan, terdapat kemungkinan berbagai perubahan keterangan di dalam persidangan.
Menanggapi permintaan JPU, Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika pun memberikan izin kepada JPU untuk membacakan keterangan Rini dalam tahap penyidikan lantaran Rini sudah mangkir selama empat kali dari panggilan JPU untuk menjadi saksi di persidangan.
"Kami perlu mendengar juga keterangan saksi Rini sebagaimana termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Tentunya nanti penilaian kami terhadap keterangan saksi Rini yang dibacakan ini akan lain dengan saksi yang langsung dihadirkan di persidangan," ucap Hakim Ketua.
Meski begitu, Hakim Ketua mengaku akan mencatat keberatan tim penasihat hukum Tom Lembong yang telah diutarakan. Keberatan itu disebutkan juga bisa disampaikan pihak Tom Lembong di dalam pleidoi alias nota pembelaan nantinya.
Tom Lembong terseret sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015—2016.
Pada kasus itu, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar, antara lain, karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada para pihak itu diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah guna diolah menjadi gula kristal putih, padahal Tom Lembong mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.
Tom Lembong juga disebutkan tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Leave a Reply