
Medan (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Kapal Pengawas (KKP) Hiu 16 menangkap dua unit kapal asing diduga pencuri ikan yang berbendera Malaysia di perairan Selat Malaka.
“Kedua kapal selanjutnya diproses penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan Stasiun PSDKP Belawan,” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono di Medan, Sumatera Utara, Kamis.
Pria yang akrab disapa Ipunk itu mengatakan, kapal asing berbendera Malaysia itu diduga kuat sedang melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di perairan teritorial Indonesia, Selat Malaka.
Selanjutnya, kapal yang diamankan itu berada di Selat Malaka itu merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 571 pada Senin (26/5).
"Saat dilakukan pemeriksaan, kedua kapal tidak memiliki dokumen perizinan dari Pemerintah Indonesia," tutur dia.
Selain itu, kedua kapal juga menggunakan alat penangkapan ikan trawl yang masuk kategori dilarang beroperasi di WPPNRI, dan tentu sangat merugikan Indonesia.
"Kami hitung potensi kerugian negara dari aspek ekonomi yang dapat diselamatkan sebesar Rp.19,9 miliar," ucapnya.
Ia mengatakan menariknya dari kasus itu, seluruh awak kapal Warga Negara Indonesia (WNI), sementara kapalnya berbendera Malaysia.
Ipunk menduga awak kapal WNI tersebut bekerja di Malaysia yang tidak mengikuti prosedur atau ilegal dengan motivasi gaji yang tinggi.
"Informasi dari ABK mereka membayar kepada oknum sejumlah Rp1 sampai Rp2 juta untuk menyeberang dari Tanjung Balai Asahan ke Malaysia secara ilegal," katanya.
Kemudian untuk gaji di kapal Malaysia, sekelas ABK sekitar Rp5 juta per bulan dan nakhoda Rp10 juta per bulan.
Direktur Pengendalian Operasi ArmadaSaiful Umam mengatakan identitas kapal yang ditangkap dengan nama KM. SLFA 5210 (43,34 GT) dengan muatan sekitar 300 kilogram berbagai jenis ikan dan diawaki oleh empat orang WNI.
Sedangkan, satu kapal lainnya dengan nama KM. SLFA 4584 (27,16 GT) dengan awak kapal tiga orang WNI, dan bermuatan sekitar 150 kilogram ikan campur.
Kepala Stasiun PSDKP Belawan M Syamsu Rokman menambahkan untuk proses penyidikan dapat dikenakan ketentuan Undang-Undang Perikanan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1,5 miliar.
Penangkapan kedua kapal Malaysia itu menambah deretan kapal ikan asing (KIA) yang berhasil ditangkap oleh armada kapal pengawas KKP sepanjang 2025.
Sejak Januari hingga Mei 2025, KKP berhasil menangkap 13 KIA, yang terdiri lima KIA Filipina, tiga KIA Malaysia, empat Vietnam, dan satu China.
Pewarta: M. Sahbainy Nasution
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Leave a Reply